Foto Kediri - Memasuki Desa Sidorejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. di kanan-kiri sepanjang jalan utama tampak berkibar umbul-warni be...
Foto Kediri - Memasuki Desa Sidorejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. di kanan-kiri sepanjang jalan utama tampak berkibar umbul-warni berwarna-warna disertai gapura musiman yang dibuat dari plastik yang disuwir-suwir.
Matahari mulai meninggi sebagaimana kegiatan rutinnya, tanda warga sedang melakukan aktivitas mencari nafkah. Tidak sebagaimana yang lainnya, dua orang laki-laki sedang membetulkan gapura musiman itu. Di sisi gapura terpasang lampu seri yang dililitkan pada sebuah bamboo yang ditancapkan meninggi. Bila malam hari lampu seri itu menyala kerlap-kerlip.
“Kami membeli plastik ini seharga Rp 60 ribu. Ini untuk menyemarakkan Natal,” kata Bagio warga Desa Sidorejo Kecamatan Pare usai membetulkan gapura, Sabtu, 23 Desember 2017. (Baca: Tradisi Lempar Koin Warga Jamsaren Peringati Maulid Nabi Muhammad)
[ads1]
Jelang Natal, setiap warga desa memang mempercantik lingkungannya. Mereka memasang umbul-umbul, gapura dan lampu seri di depan rumah. Bukan hanya di jalan utama, hiasan itu juga dipasang pula oleh warga yang tinggalnya di jalan sekunder, bahkan yang tinggalnya di dalam gang sempit sekalipun.
[caption id="attachment_597" align="aligncenter" width="640"] Atribut natal yang dipasang warga[/caption]
Mempercantik lingkungan menjelang Natal memang telah menjadi tradisi warga desa ini. Aktivitas tahunan itu bermula ketika dahulu ada seorang warga yang memasang lampu seri di depan rumah mereka saat listrik PLN masuk desa. Seiring berjalannya waktu, atribut umbul-umbul dan gapura musiman dipasang pula.
Di sebut gapura musiman lantaran pada perayaan hari-hari besar seperti Agustusan setiap warga memasangnya. Dahulunya yang dipasang adalah janur yang diikat pada belahan bambu kemudian dipasang melengkung di pintu gerbang rumah.
[ads1]
Tidak hanya warga yang beragama Kristen saja yang memasang atribut perayaan natal itu, warga muslim di desa itu turut memasangnya. Mereka beralasan untuk menghormati sesama pemeluk agama.Bagi warga Muslim, turut serta menyemarakkan Natal berarti ikut merasakan kebahagiaan warga Kristen
"Saya muslim dan saya memasang atribut perayaan Natal. Ini saya lakukan sejak dari dulu,” kata Sri, warga Muslim di Desa Sidorejo. (Baca: Peringati Maulid Nabi, Ratusan Warga Banyakan Hadiri Istighosah)
Keikutsertaan warga Muslim berbagi bahagia pada Hari Natal dibenarkan oleh Cahyaningsih, warga Kristen di desa itu. Bahkan desa Tiru Lor yang bersebalahan dengan Desa Sidorejo ikut menyemarakkan natal dengan memasang atribut-atribut itu. Padahal, mayoritas warga Desa Tiru Lor Kecamatan Gurah ini beragama Islam.
“Saya kalau masuk desa saya dari arah Desa Tiru Lor seperti masuk surge bersama saudara-saudara saya yang muslim. Di sapanjang jalan kanan kirinya berhias lampu dan umbul-umbul, tampak indah sekali. Saya meneteskan air mata,” kata Cahyaningsih yang memiliki usaha kerajinan sulaman tangan ini.
Sebagiamana warga desa yang lainnya, Cahyaningsih juga menghias lingkuangannya. Umbul-umbul, lampu seri dan gapura musiman juga dipasang di pintu gerbang rumahnya. D ruang tamunya diletakkan pohon natal yang diberi lampu seri. Di sudut ruang tamu yang lain, ia pasang kembang hasil kerajinan tangannya.
Dituturkan oleh Cahyaningsih, sejak dirinya lahir di Desa Sidorejo, mayoritas warga di desanya sudah menganut Kristen. Mayoritas warga tergabung dalam jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Yang ia ketahui Kristen masuk ke desanya dibawa misionaris pada jaman Belanda.
“Mungkin orang belanda ya yang membawa agama Kristen ke desa ini,” katanya.
Di Desa Sidorejo sendiri ada dua buah Gereja yang kesemuanya relatif besar. Salah satu Gereja itu peninggalan Pemerintah Hindia Belanda. Di Desa itu terdapat beberapa bangunan kuno berarsitektur Belanda yang hingga kini masih terawat baik. Salah satu bangunan kuno peninggalan Belanda itu difungsikan untuk klinik.
[caption id="attachment_598" align="aligncenter" width="640"] Gereja sejak jaman Belanda[/caption]
Cahyaningsih mengaku menyiapkan makanan sederhana untuk perayaan Natal tahun ini. Ia akan memasak sayur asem. Ini dilakukan lantaran ia keluarga kecil. Ia hanya tinggal bersama suaminya. Anaknya yang sudah berkeluarga bertugas di Jombang.
“Kalau pas tanggal 25 Desember itu setelah ibadah di Gereja, warga biasanya makan-makan di rumahnya masing-masing. Nah pada tanggal 1 Januarinya kami saling berkunjung,” ucapnya. (Baca: Harlah Muslimat NU, Ratusan Siswa TK Ikuti Lomba Tartil Al-Qur’an)
Menurutnya pada tanggal 1 Januari, warga yang muslim juga mengunjungi warga Kristen. Demikian pula sebaliknya ketika yang Muslim sedang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Warga yang Kristen berkungjung ke rumah-rumah Muslim. Bahkan Pendeta memimpin sebagian jemaatnya mengunjungi warga Muslim.
"Bagi saya sendiri setiap pameluk agama memiliki tujuan yang sama, yaitu berbagi kasih. Di desa ini ada satu pengikut Bethany tapi gak ada masalah,” kata perempuan pemilik usaha sulam yang diberi nama Lavecchia ini.
Di Desa ini kerukunan sudah terjalin lama. Cahyaningsih berharap kerukunan di desanya akan terus terjalin, bahkan lebih erat lagi. Baginya, hidup berdampingan dengan saling menghormati dan berbagi kasih lebih membahagiakan daripada bergelimang harta namun saling bertikai.
“Untuk apa bergelimang harta kalau tidak rukun. Harta banyak juga gak dibawa mati,” tandasnya.