[caption id="attachment_357" align="aligncenter" width="640"] Sukoco perajin lampu hias dari bambu mulai bany...
[caption id="attachment_357" align="aligncenter" width="640"]
Sukoco perajin lampu hias dari bambu mulai banyak pesanan, Rabu 13 Desember 2017[/caption]
Foto Kediri - Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Dari memanfaatkan koneksi, memanfaatkan benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, hingga memanfaakan alam yang tersedia. Tidak ada lagi alasan untuk mengatakan ‘tidak ada peluang’.
Itulah yang dibuktikan Sukoco, warga Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri. Meski dengan fisik yang tidak lagi normal, lantaran kakinya sulit ditekuk, ia tidak mau menyerah. Ia memanfaatkan bambu dan menyulapnya menjadi lampu hias. Ide kreatif Sukoco yang memanfaatkan jiwa seninya telah diterima pasar. Ia telah membuktikan sebagai perajin lampu hias di tengah keterbatasannya.
Profesi awal Sukoco adalah gitaris di grup musik Metafora, namun ia punya jiwa seni kriya. Setelah tidak aktif di grup musiknya, ia beralih profesi menjadi guru les musik. Semua alat musik dikuasainya dan cukup banyak murid yang belajar memainkan alat musik.
Bapak empat anak itu menjadi guru les musik setelah mengalami kecelakaan beberapa tahun silam. Akibat musibah itu kaki kanannya menjadi sulit ditekuk.
Dari sekian banyak jadwal mengajar, ia melihat masih ada waktu kosong yang bisa dimanfaatkan untuk berkreasi. Upaya itu diwujudkan dengan membuat lampu hias dari bahan bambu. Di sela-sela kegiatannya mengajar anak didiknya, Sukoco mengisi waktu dengan membuat kerajinan. Di luar dugaan, hasil karyanya banyak dinikmati.
“Banyak teman yang tanya, lampu hias ini buatan siapa. Saya jawab ini buatan saya, kalau begitu saya pesan,” ucap Sukoco mengisahkan awalnya berusaha, sebagaimana diberitakan Harian Surya.
Pesanan mengalir hingga dia pernah kewalahan. Beruntung ada enam pemuda di desa yang kini magang belajar membuat kerajinan lampu hias di bengkelnya. Merka inilah yang membantunya menyelesaikan pesanan.
Lampu hias dari bahan bamboo buatan Sukoco cukup artistik sehingga menarik untuk dimiliki. Lampu buatannya dibalut cita rasa seni. Lampu-lampu itu didesain dengan hiasan dan ornamen bervariasi. Lampu hias berukuran sedang dan berdesain sederhana dan beberapa lampu biasa, dijual antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu.
Sukoco juga membuat lampu hias gantung ukuran besar sesuai dengan pesanan. Lampu yang dibuatnya ada yang memuat enam hingga delapan lampu. Semakin banyak lampunya, harganya kian mahal.
“lampu gantung biasa saya jual antara Rp 175 ribu, namun jika lampunya lebih banyak, harganya bertambah,” jelasnya.
Sukoco optimis, kerajinan lampu yang ditekuninya membawa manfaat dan menguntungkan. Diakuinya, untuk membuat lampu hias dari bahan bambu membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Sebab, bahan bambu mudah retak dan terbelah. Jika dibuat menjadi barang bernilai seni harus tampak indah di setiap sudutnya.
Lampu-lampu hias ini bertambah artistik saat penyelesaiannya menggunakan lapisan pernis, sehingga warnanya tampak mengkilat. Ada berbagai pilihan model sesuai selera pesanan.
Sukoco mengisahkan, semula yang membeli kerajinan buatannya sebatas teman dan kenalan. Tapi sekarang sudah banyak orang yang mengetahui hasil karyanya. Banyak orang yang datang untuk memesan lampu.
Sukoco berharap usahanya mendapatkan pembinaan dan bantuan permodalan serta pemasaran dari pemerintah. Sebab, sejauh ini belum pernah mendapatkan bantuan. Dengan bantuan itu ia bisa mengembangkan usahanya, sehingga produksinya kian besar dan semakin dikenal luas oleh masyarakat.
“Mudah-mudahan saya mendapatkan bantuan termasuk mengembangkan pemasaran,” ujarnya.
Sukoco beralasan, kerajinan lampu hias ini dapat memperkerjakan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin banyak pemuda yang tidak menganggur agar tidak membebani para orang tua. Terlebih, lampu hias ini bisa dikerjakan secara fleksibel secara waktunya.
“Saya berharap semakin banyak pemuda yang belajar membuat kerajinan ini,” ungkap Sukoco.
Dengan kondisi fisik yang yang kakinya sulit ditekuk, ia mengaku tidak sampai mengganggu aktifitasnya membuat kerajinan lampu hias. Saat menyelesaikan pesanan biasa dilakukan dengan selonjorkan kaki kanannya.

Foto Kediri - Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Dari memanfaatkan koneksi, memanfaatkan benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, hingga memanfaakan alam yang tersedia. Tidak ada lagi alasan untuk mengatakan ‘tidak ada peluang’.
Itulah yang dibuktikan Sukoco, warga Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri. Meski dengan fisik yang tidak lagi normal, lantaran kakinya sulit ditekuk, ia tidak mau menyerah. Ia memanfaatkan bambu dan menyulapnya menjadi lampu hias. Ide kreatif Sukoco yang memanfaatkan jiwa seninya telah diterima pasar. Ia telah membuktikan sebagai perajin lampu hias di tengah keterbatasannya.
Profesi awal Sukoco adalah gitaris di grup musik Metafora, namun ia punya jiwa seni kriya. Setelah tidak aktif di grup musiknya, ia beralih profesi menjadi guru les musik. Semua alat musik dikuasainya dan cukup banyak murid yang belajar memainkan alat musik.
Bapak empat anak itu menjadi guru les musik setelah mengalami kecelakaan beberapa tahun silam. Akibat musibah itu kaki kanannya menjadi sulit ditekuk.
Dari sekian banyak jadwal mengajar, ia melihat masih ada waktu kosong yang bisa dimanfaatkan untuk berkreasi. Upaya itu diwujudkan dengan membuat lampu hias dari bahan bambu. Di sela-sela kegiatannya mengajar anak didiknya, Sukoco mengisi waktu dengan membuat kerajinan. Di luar dugaan, hasil karyanya banyak dinikmati.
“Banyak teman yang tanya, lampu hias ini buatan siapa. Saya jawab ini buatan saya, kalau begitu saya pesan,” ucap Sukoco mengisahkan awalnya berusaha, sebagaimana diberitakan Harian Surya.
Pesanan mengalir hingga dia pernah kewalahan. Beruntung ada enam pemuda di desa yang kini magang belajar membuat kerajinan lampu hias di bengkelnya. Merka inilah yang membantunya menyelesaikan pesanan.
Lampu hias dari bahan bamboo buatan Sukoco cukup artistik sehingga menarik untuk dimiliki. Lampu buatannya dibalut cita rasa seni. Lampu-lampu itu didesain dengan hiasan dan ornamen bervariasi. Lampu hias berukuran sedang dan berdesain sederhana dan beberapa lampu biasa, dijual antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu.
Sukoco juga membuat lampu hias gantung ukuran besar sesuai dengan pesanan. Lampu yang dibuatnya ada yang memuat enam hingga delapan lampu. Semakin banyak lampunya, harganya kian mahal.
“lampu gantung biasa saya jual antara Rp 175 ribu, namun jika lampunya lebih banyak, harganya bertambah,” jelasnya.
Sukoco optimis, kerajinan lampu yang ditekuninya membawa manfaat dan menguntungkan. Diakuinya, untuk membuat lampu hias dari bahan bambu membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Sebab, bahan bambu mudah retak dan terbelah. Jika dibuat menjadi barang bernilai seni harus tampak indah di setiap sudutnya.
Lampu-lampu hias ini bertambah artistik saat penyelesaiannya menggunakan lapisan pernis, sehingga warnanya tampak mengkilat. Ada berbagai pilihan model sesuai selera pesanan.
Sukoco mengisahkan, semula yang membeli kerajinan buatannya sebatas teman dan kenalan. Tapi sekarang sudah banyak orang yang mengetahui hasil karyanya. Banyak orang yang datang untuk memesan lampu.
Sukoco berharap usahanya mendapatkan pembinaan dan bantuan permodalan serta pemasaran dari pemerintah. Sebab, sejauh ini belum pernah mendapatkan bantuan. Dengan bantuan itu ia bisa mengembangkan usahanya, sehingga produksinya kian besar dan semakin dikenal luas oleh masyarakat.
“Mudah-mudahan saya mendapatkan bantuan termasuk mengembangkan pemasaran,” ujarnya.
Sukoco beralasan, kerajinan lampu hias ini dapat memperkerjakan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin banyak pemuda yang tidak menganggur agar tidak membebani para orang tua. Terlebih, lampu hias ini bisa dikerjakan secara fleksibel secara waktunya.
“Saya berharap semakin banyak pemuda yang belajar membuat kerajinan ini,” ungkap Sukoco.
Dengan kondisi fisik yang yang kakinya sulit ditekuk, ia mengaku tidak sampai mengganggu aktifitasnya membuat kerajinan lampu hias. Saat menyelesaikan pesanan biasa dilakukan dengan selonjorkan kaki kanannya.