Foto Kediri - Jika memasuki Desa Sidorejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri terdapat kerajinan tangan sulam yang menjadi salah satu produk un...

Foto Kediri - Jika memasuki Desa Sidorejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri terdapat kerajinan tangan sulam yang menjadi salah satu produk unggulan. Produk-produk karya Edi Cahyaningsing (56) telah dikenal hingga Surabaya, bahkan Jakarta.
Perempuan yang biasa dipanggil Yu Ning ini memproduksi tas, dompet, sepatu dan sarung air minum mineral yang diberi sentuhan sulaman tangan aneka motif. Umumnya motif yang disulamkan pada produknya aneka bunga.
“Seringnya motif bunga tulip,” kata Cahyaningsing, Sabtu 23 Desember 2017. (Baca: Desainer Ternama Jakarta Kagumi Tenun Ikat Kediri)

Wanita yang memberi merek usahanya dengan Lavecchia ini mengaku telah mengikuti berbagai pameran UMKM. Salah satu ajang bergengsi yang pernah diikutinya pada pameran internasional International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2017 di Jakarta.
“Untuk tingkat lokal Kediri dan Jawa Timur tak terhitung lagi pameran yang saya ikuti,” ucapnya.
[ads1]
Produk sulaman karya Cahyaningsing kini memang telah dikenal luas. Berbagai dukungan pun mengalir kepadanya. Dari pihak kecamatan hingga Pemerintah Kabupaten mendukungnya karena sulaman hasil tangannya memiliki ciri khas. Oleh karenanya kerajinan ini telah menjadi buruan penggemar Handicraft.

Berbagai pesanan pun mengalir kepadanya. Ia pernah menerima pesanan dari Surabaya untuk dibuatkan mukena dengan sulaman motif kembang. Jumlahnya sebanyak 12 kodi. Lantaran dikerjakan tangan, untuk menyelesaikannya membutuhkan waktu tiga bulan.
[ads1]
Cahyaningsing hanya mampu memproduksi tas sebanyak 10 buah. Untuk dompet dan yang lainnya juga tidak jauh berbeda dengan tas. Ini terjadi lantaran untuk menyulam memerlukan waktu yang lama. Ia hanya dibantu satu tenaga tetap dan beberapa tetangganya.
“Bagi ibu-ibu menyulam ini kegiatan sampingan. Tetangga membantu saya secara part time saja sebab mereka kalau pagi bekerja di gudang,” jelasnya.
Tas sulaman produksi Cahyaningsih tak bisa dibilang murah untuk kantong warga Kediri yang mayoritas petani. Satu tas ia menjualnya dengan kisaran harga Rp 300 ribu. Untuk produk dompet sulaman harganya berkisaran Rp 150 ribu.
Cahyaningsing mengaku bisa mengembangkan motif sulaman. Ia menggunakan benang tenun untuk menyulam.Namun untuk sulaman bullion motifnya hanya tertentu saja. Motif kembang tulip yang paling banyak digemari para pembeli. Ia hanya mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut.
“Ya awalnya ketika momen Natal keluarga jauh para tetangga dan warga desa diajak ke sini. Dari situlah mulai dikenal ke daerah lain,” ungkapnya. (Baca: Kemajuan Ekonomi Kediri Sebab Munculnya Perempuan yang Hebat)
Ketrampilan menyulam Cahyaningsing didapat dari ibu angkatnya, Ibu Sustiani yang telah wafat tahun 1980. Kala ia masih SD, ia ikut belajar menyulam hingga ia dewasa. Berbekal ketekunan, ia dipercaya ibu angkatnya. Seluruh ilmu menyulam ibu angkatnya diberikan kepadanya.
Cahyaningsih minta ijin kepada ibu angkatnya untuk mendirikan usaha sendiri setelah ia melihat ibu angkatnya semakin tua dan menderita sakit. Ia pun diberi restu untuk membuka usaha sendiri. Ia pun memulai usaha menyulam di rumahnya.
“Saya minta ijin ke ibu angkat untuk membuka usaha sulam dan mengembangkannya. Beliau mengijini saya,” kenangnya. (Baca: DKUMTK Kota Kediri Cetak Wira Usaha Baru)

Cahyaningsih tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Ia takut jika kerajinan tangan sulam ini tidak ada yang meneruskan. Sebab dari anaknya tidak berminat untuk meneruskan ketrampilan ini. Tetangganya lebih berminat menjadi buruh di gudang.
Ia bersyukur dipercaya kepala sekolah SD di desanya untuk membina ketrampilan menyulam siswa-siswi kelas empat hingga kelas lima. Pembinaan dilakukan pada hari Sabtu. Ia berharap siswa-siswi SD yang dibinanya kelak bisa meneruskan ketrampilan menyulam.