Foto Kediri - Kondisi pasangan suami-istri (pasutri) Suyadi (68) dan istri sirinya Sukartiyem (54) kontras dengan warga sekita r. Pasalnya ...

Foto Kediri - Kondisi pasangan suami-istri (pasutri) Suyadi (68) dan istri sirinya Sukartiyem (54) kontras dengan warga sekita r. Pasalnya mereka hanya menempati gubuk yang ia sebut ‘rumah’ ukuran 3 x 3 meter. Tanah yang ditempatinya pun tanah magersari milik PG Pesantren.
Seluruh bangunannya terbuat dari bahan seng, mulai atap, dinding dan pintunya tanpa ada jendela ventilasi. Selain itu, sengnya telah kecoklatan tanda diselimuti kerak karatan. Malahan banyak bagian yang telah bolong.
Untuk keperluan mandi, cuci dan kakus dibuat serba darurat dengan pembatas dari kain bekas. Air untuk keperluan MCK diperoleh dari sumur pompa tangan yang kondisinya juga telah berkarat. (Baca: Warga Kepung Menunggu Kedatangan Mensos Khofifah)
[ads1]
Sebagaimana diberitakan Surya, rumah yang ditempati Suyadi dan Sukartiyem ukurannya hanya 3 x 3 meter. Lantainya tanah. Di dalam hanya ada ranjang kusam dengan bantal yang telah kumal.
"Mudah-mudahan kami diizinkan tinggal di rumah ini," ungkap Sukartiyem.
Di ruangan ini, sehari - hari pasutri ini memasak dengan menggunakan kayu bakar. Asap dari kayu bakar itu tercium sangat kuat jika masuk ke dalam ruangan.
Meski miskin, Sukartiyem tak henti - hentinya bersyukur lantaran masih masih diberi kesempatan tinggal di tanah yang bukan miliknya. Meski rumah itu reyot dan berkarat, namun paling tidak dia dan suaminya masih punya tempat berteduh.
[ads1]
Pekerjaan Sukartiyem menjadi buruh serabutan serta kadang dimintai jasa pijat. Sedangkan Suyadi semula menarik becak, namun setelah usianya semakin menua kini hanya bekerja serabutan dan mencari kayu bakar.
"Kami bersyukur meski serba kekurangan, tapi cukup untuk membeli beras. Bantuan yang diterima beras miskin setiap bulan 5 kg dan bantuan asistensi lanjut usia yang dibagikan empat bulan sekali," ungkapnya.
Menurut pengakuan Suyadi, sejauh ini belum pernah menerima bantuan penjaminan kesehatan dari pemerintah. Padahal sudah beberapa kali diusulkan oleh pihak Kelurahan Pesantren. (Baca: Ribuan Warga Kota Kediri Menerima BLSM)
Sebenarnya pihak lingkungan tempat tinggal Suyadi telah mengusulkan untuk perbaikan rumahnya. Namun karena tinggal tanah yang bukan miliknya usulannya tidak diloloskan.
Sementara Yuyun, salah satu tetangganya menuturkan, memang pernah ada donatur yang menawari untuk memperbaki rumahnya. Namun tawaran itu ditolak oleh Suyadi karena khawatir malah dilarang tinggal oleh pihak PG Pesantren.
"Pak Yadi memang menumpang tinggal di tanah milik PG yang ditanami pohon sengon," jelasnya.
Sesuai rencana para relawan bakal memberikan bantuan sembako serta membelikan kasur dan bantal busa. "Rumahnya memang sangat sempit, kalau ditambahi perabot yang lain malah tidak muat," ungkapnya.
Pasutri ini tercatat pemegang KTP Kelurahan Pesantren dengan status berlaku seumur hidup. Karena keterbatasan biaya, pasangan yang menikah siri sejak 2001 itu belum mampu menikah resmi di Kantor KUA. (Baca: DKUMTK Kota Kediri Cetak Wira Usaha Baru)
"Kami tak punya biaya untuk mengurus pernikahan. Kalau ada progam pernikahan massal kami belum pernah didaftarkan," jelas Sukartiyem.
Suyadi sendiri, dari pernikahan pertama memiliki dua anak yang saat ini tinggal di Pulau Bali. Hanya saja belum tentu setiap tahun anaknya datang menjenguknya. Sedangkan dari pernikahan sirinya dengan Sukartiyem, dia tidak dikaruniani anak.