[caption id="attachment_587" align="aligncenter" width="640"] Peempuan Desa Kebonrejo Kecamatan Kepung Kabupa...
[caption id="attachment_587" align="aligncenter" width="640"]
Peempuan Desa Kebonrejo Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri saat mengikuti pelatihan pembuatan kalung dan bros dari manik-manik[/caption]
Foto Kediri - Seiring meningkatnya taraf ekonomi warga, meningkat pula daya beli masyarkat. Namun jika kondisi itu tidak dibarengi kontrol yang kuat, akibatnya tingkat konsumtif warga akan menjadi tinggi pula.
Trend semacam itu menjangkiti pada warga Desa Kebonrejo, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Apalagi ketika didukung dengan kemudahan teknologi informasi plus dengan akses internetnya, trend itu meningkat pula. (Baca: Uniknya Kampung Indian di Lereng Kelud Kediri)
Perempuan di desa ini sekarang mulai menggemari belanja online. Prosentase belanja online perempuan di desa ini belum besar memang, akan tetapi potensinya bisa jadi semakin meningkat. Terlebih lagi ketika warga, terutama perempuannya juga menggemari linimasa.
[ads1]
Kondisi ini diakui sendiri oleh Kaur Keuangan, Mujiono. Dirinya memang mengetahui jika terjadi trend warga berbelanja online. Produk yang sering dibeli perempuan, terutama ibu-ibu adalah pakaian dan kosmetika. Mereka pun sudah mengetahui beberapa market place ternama yang kerap diiklankan di televise dan Youtube.
“Sebulan bisa membelanjakan Rp 500 ribu untuk beli pakaian dan kosmetika secara online, Ini sudah seperti epidemic,” kata Mujiono.
Deliveri memang tidak menjadi kendala meski desa ini terletak di lereng Gunung Kelud. Hal itu pula yang semakin mendorong hasrat berbelanja online. Sebulan satu orang bisa melakukan tiga kali transaksi online.
[ads1]
Desa Kebonrejo memang sentra produksi cabe. Komoditas cabe di desa ini memang memasok di pasar induk lokal dan di kota-kota besar. Bahkan cabe dari Desa Kebonrejo dikirim pula ke luar pulau. Ketika puncak panen raya warga memang sedang memegang uang banyak, asal harga cabe di tingkat petani tidak jatuh. (Baca: Desa Sentra Produksi Cabe Ini Latih Ibu-Ibu Rangkai Bunga Akrilik)
Sebelum trend belanja online muncul, saat keuangan mereka sedang banyak, warga biasanya turun ke Kota Kediri membelanjakan uangnya. Mereka mendatangi pusat-pusat berbelanjaan di Kota Tahu itu. Pakaian dan kosmetika produk yang sering diburu.
Belakangan muncul kekecewaan ibu-ibu berbelanja online. Pasalnya, antara spesifikasi yang tertulis tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kekecewaan pun menjadi obrolan rutin ibu-ibu di desa itu.
“Apa, aku beli baju kekecilan, gak sesuai dengan yang ditulis,” kata salah satu ibu kepada temannya saat mengikuti pelatihan merangkai bunga akrilik di Balai Desa Kebonrejo, Jumat 22 Desember 2017.
Selain belanja online, kegiatan berlinimasa juga menjangkiti warga desa ini. Sebanyak 50% perempuan di desa ini terbiasa menggunakan Facebook dan Instagram. Bersosial media ini telah menjadi kegiatan rutin mereka. Demikian pula yang terjadi kaum laki-lakinya.
Sayangnya , kegiatan bersosial media hanya digunakan untuk curhat pribadi ataupun mengunggah foto. Padahal, aparat desa menginginkan kegiatan bersosial media diisi dengan penyampaian informasi. Bila hal tersebut terlaksana, harapan untuk memajukan desa bukan angan kosong.
“Memang perlu ada pelatihan jurnalisme warga,” ucap Mujiono.
Kemudahan akses internet di Desa Kebonrejo lantaran banyak spot wifi yang tersedia di desa ini. Menurut keterangan Mujiono, di desanya terdapat 3 spot wifi yang dikelola oleh warga. Spot ini sebenarnya upaya warga desa yang membentuk grup untuk bisa mengakses internet dengan menembakkannya ke penyedia hotspot. (Baca: Warung Kopi di Desa dengan Fasilitas Wifi Gratis)
“Satu grup spot wifi terdiri dari 40 anggota,” ungkap Mujiono.
Selain spot wifi, kemudahan berinternet juga terjadi pada koneksi data dari provider selular. Hampir tidak ada kendala yang berarti saat menggunakan data provider. Jika pun lemot, paling sebentar.
Mujiono sendiri tidak mempermasalahkan meningkatnya konsumtif warga. Menurutnya konsumtif warga menjadi peluang bagi usaha desa. Ia berharap Bumdes yang telah berdiri bisa mengembangkan usaha yang bisa memenuhi kebutuhan belanja warga.
“Sayangnya kami belum menemukan orang yang mampu dan professional mengelola Bumdes,” pungkasnya

Foto Kediri - Seiring meningkatnya taraf ekonomi warga, meningkat pula daya beli masyarkat. Namun jika kondisi itu tidak dibarengi kontrol yang kuat, akibatnya tingkat konsumtif warga akan menjadi tinggi pula.
Trend semacam itu menjangkiti pada warga Desa Kebonrejo, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Apalagi ketika didukung dengan kemudahan teknologi informasi plus dengan akses internetnya, trend itu meningkat pula. (Baca: Uniknya Kampung Indian di Lereng Kelud Kediri)
Perempuan di desa ini sekarang mulai menggemari belanja online. Prosentase belanja online perempuan di desa ini belum besar memang, akan tetapi potensinya bisa jadi semakin meningkat. Terlebih lagi ketika warga, terutama perempuannya juga menggemari linimasa.
[ads1]
Kondisi ini diakui sendiri oleh Kaur Keuangan, Mujiono. Dirinya memang mengetahui jika terjadi trend warga berbelanja online. Produk yang sering dibeli perempuan, terutama ibu-ibu adalah pakaian dan kosmetika. Mereka pun sudah mengetahui beberapa market place ternama yang kerap diiklankan di televise dan Youtube.
“Sebulan bisa membelanjakan Rp 500 ribu untuk beli pakaian dan kosmetika secara online, Ini sudah seperti epidemic,” kata Mujiono.
Deliveri memang tidak menjadi kendala meski desa ini terletak di lereng Gunung Kelud. Hal itu pula yang semakin mendorong hasrat berbelanja online. Sebulan satu orang bisa melakukan tiga kali transaksi online.
[ads1]
Desa Kebonrejo memang sentra produksi cabe. Komoditas cabe di desa ini memang memasok di pasar induk lokal dan di kota-kota besar. Bahkan cabe dari Desa Kebonrejo dikirim pula ke luar pulau. Ketika puncak panen raya warga memang sedang memegang uang banyak, asal harga cabe di tingkat petani tidak jatuh. (Baca: Desa Sentra Produksi Cabe Ini Latih Ibu-Ibu Rangkai Bunga Akrilik)
Sebelum trend belanja online muncul, saat keuangan mereka sedang banyak, warga biasanya turun ke Kota Kediri membelanjakan uangnya. Mereka mendatangi pusat-pusat berbelanjaan di Kota Tahu itu. Pakaian dan kosmetika produk yang sering diburu.
Belakangan muncul kekecewaan ibu-ibu berbelanja online. Pasalnya, antara spesifikasi yang tertulis tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kekecewaan pun menjadi obrolan rutin ibu-ibu di desa itu.
“Apa, aku beli baju kekecilan, gak sesuai dengan yang ditulis,” kata salah satu ibu kepada temannya saat mengikuti pelatihan merangkai bunga akrilik di Balai Desa Kebonrejo, Jumat 22 Desember 2017.
Selain belanja online, kegiatan berlinimasa juga menjangkiti warga desa ini. Sebanyak 50% perempuan di desa ini terbiasa menggunakan Facebook dan Instagram. Bersosial media ini telah menjadi kegiatan rutin mereka. Demikian pula yang terjadi kaum laki-lakinya.
Sayangnya , kegiatan bersosial media hanya digunakan untuk curhat pribadi ataupun mengunggah foto. Padahal, aparat desa menginginkan kegiatan bersosial media diisi dengan penyampaian informasi. Bila hal tersebut terlaksana, harapan untuk memajukan desa bukan angan kosong.
“Memang perlu ada pelatihan jurnalisme warga,” ucap Mujiono.
Kemudahan akses internet di Desa Kebonrejo lantaran banyak spot wifi yang tersedia di desa ini. Menurut keterangan Mujiono, di desanya terdapat 3 spot wifi yang dikelola oleh warga. Spot ini sebenarnya upaya warga desa yang membentuk grup untuk bisa mengakses internet dengan menembakkannya ke penyedia hotspot. (Baca: Warung Kopi di Desa dengan Fasilitas Wifi Gratis)
“Satu grup spot wifi terdiri dari 40 anggota,” ungkap Mujiono.
Selain spot wifi, kemudahan berinternet juga terjadi pada koneksi data dari provider selular. Hampir tidak ada kendala yang berarti saat menggunakan data provider. Jika pun lemot, paling sebentar.
Mujiono sendiri tidak mempermasalahkan meningkatnya konsumtif warga. Menurutnya konsumtif warga menjadi peluang bagi usaha desa. Ia berharap Bumdes yang telah berdiri bisa mengembangkan usaha yang bisa memenuhi kebutuhan belanja warga.
“Sayangnya kami belum menemukan orang yang mampu dan professional mengelola Bumdes,” pungkasnya