Foto Kediri - Jalan yang bergelombang tak menyurutkan sepasang pengendara sepeda motor melaju membelah hawa dingin Dusun Panceran Desa Ngan...

Foto Kediri - Jalan yang bergelombang tak menyurutkan sepasang pengendara sepeda motor melaju membelah hawa dingin Dusun Panceran Desa Ngancar Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri. Meski tak berjaket sepasang pengendara motor matic itu menggeber kendaraan roda duanya disusul pengendara di belakangnya.
Mereka seakan enggan didahului menjadikan jalan yang terus menanjak itu bak arena balapan. Tampak dari kilatan cahaya dari arah belakang semakin mendekat dengan kencang. Dua, tiga, empat mobil turut meraung berusaha mencari celah untuk menyalip motor yang mulai ngos-ngosan.
Di sisi kanan dan kiri warga menggelar tikar diteras bersama segenap keluarganya menyantap aneka menu bakaran lengkap dengan seperangkat sound system yang cukup memekakkan gendang telinga. Dengan alunan irama dangdut koplo para warga menghibur para pemburu sensasi malam tahun baru di atas gunung. Mungkin warga sedang memberikan pesan nikmati pula suguhan irama musik yang kami putar agar kalian tidak melaju dengan kencang agar tidak tejadi kecelakaan.
Ketika tujuan semakin dekat terlihat suasana semakin hiruk pikuk. Kilatan cahaya dari para penjaja makanan kaki lima kian jelas saja, sementara sepasang pengendara sepeda motor tadi mulai ditelan kerumunan orang. Ibu-ibu dengan mengondong balitanya tampak berjalan terengah-engah berusaha membelah kerumunan orang yang memadati rest area Gunung Kelud. (Baca: Bosan Malam Tahun Baru di Kota, Besuki dan Kelud Bisa Jadi Pilihan)
Mobil dan motor terparkir tak beraturan. Anehnya tidak ada yang protes atau setidaknya mengeluh atas kesemerawutan itu. Kendaraan, gerobak kaki lima dan manusia menyatu menunggu detik-detik pergantian tahun 2018.
Di Sebuah lapangan seorang biduanita melenggak lenggok seraya melantunkan lagu “Jaran Goyang” yang biasa dinyanyikan Nella Kharisma. Suara yang dihamburkan dari sound system yang terdengar rada fals itu menyatu dengan hiruk-pikuknya manusia, kendaraan dan terompet. Terjadilah konser yang aneh di malam yang dinginnya kian menusuk tulang.
“Melihat pesta kembang api mbak. Sebelum kembang apinya dinyalakan ya nonton dangdut dulu lah” kata Priyadi, laki-laki asal Tawang Wates, Minggu 31 Desember 2017.
[ads1]
Priyadi memang bertekad menunggu kembang api memancar di langit Kelud meski dinginnya hawa pegunungan tak mau kompromi. Menurutnya ada sensasi tersendiri menikmati detik-detik pergantian tahun di atas gunung meski dingin mendera, apalagi memang beberapa hari sebelumnya hujan membasahi tanah Desa Sugihwaras. Tak ayal dingin malam pegunungan semakin tebal saja.

Bagi Priyadi dan pengunjung tekadnya hanya satu yaitu menunggu pesta kembang api yang sebentar lagi menghias langit Kelud. Bagi penjaja makanan, tekadnya satu pula, yaitu menghimpun keuntungan sebanyak-banyaknya.
Namun di warung kopi milik Bu Tini hanya ada seorang laki-laki yang duduk dengan segelas kopinya. Bu Tini sendiri tampak menguap dan mengucek-ucek matanya, tanda dia sedang mengantuk berat. Di warungnya memang sepi pembeli berbeda dengan penjaja makanan dan minuman yang menggelar lapak di pinggir jalan. (Baca: Warung Kopi di Desa dengan Fasilitas Wifi Gratis)
Saya pun memesan segelas jahe tanpa gula untuk sedikit menghangatkan tubuh sementara suami memesan segelas kopi pahit tanpa gula pula. Telintas di pikiran untuk menikmati mie instant godok yang panas dan pedas. “Hmmm…. Betapa nikmatnya malam-malam dingin menusuk tulang menyantap mie instant panas nan pedas,” gumam saya dalam hati.
Beruntung saya cepat membalik ingatan bahwa saya sedang menjalani program diet kenyang ala Dewi Hughes. Bu Tini pun menawarkanke aku untuk menjajal nasi goreng tiwulnya yang katanya ueeenak. Sayang sekali aku sudah mematok untuk tetap menjalani diet kenyang yang hanya menyantap makanan alami tanpa gula, garam dan minyak. Sepertinya nasi tiwul goreng Bu Tini memang enak tapi aku tetap dengan tekadku ogah menyentuhkannya ke lidahku. Suami juga enggan menjajal nasi tiwul goreng Bu Tini. Sebagai gantinya, kami hanya memenuhi keinginan lidah akan rasa gurih dengan memakan kacang garing.
Bu Tini mulai mengajak ngobrol dengan menanyakan asal-usul kami. Mulailah kami berbincang-bincang tentang berbagai hal, terutama tentang pekerjaannya. Ia sebenarnya seoran petani palawija dan hortikultura. Berjualan di warung ketika pada hari libur saja seperti Hari Minggu dan liburan panjang. Sudah dua pekan dirinya tidak menggarap lahan karena memanfaatkan libur panjang dengan jualan di warung.
“Kalau hari-hari biasa wisatawan yang datang ke Kelud tidak banyak, jadi saya lebih baik menggarap lahan daripada berjualan.” Ungkapnya.
[ads1]
Tiba-tiba lampu di warung Bu Tini padam. Ternyata warung-warung di sisi kanan dan kirinya juga padam. Dari jam yang ada di ponsel waktu menunjukkan ke pukul 23.53 WIB. Saya dan suami berfikir sebentar lagi kembang api diluncurkan. Segera saja kami mengakhiri obrolan dengan Bu Tini dan membayar minuman serta makanan kecil yang belum habis sementara hawa yang semakin dingin terus merambati pori-pori kulitku.
Di Rest Area semakin padatlah orang-orang sementara kesemerawutan kian merajalela. Desak-desakan pun terjadi agar dapat mengambil posisi untuk dapat menikmati keindahan kembang api yang diluncurkan sebentar lagi dari Gedung Teater dan Museum Wisata Gunung Kelud.
Ibu-ibu serta bapak-bapak memanggul anak dan balita mereka agar tak terhalangi orang dewasa. Arah kepala pengunjung mulai seragam ketika seorang pengunjung di lapangan yang digunakan gelar konser music dangdut meluncurkan kembang api yang dibeli dari penjaja kaki lima, disusul pengunjung lainnya yang turut meluncurkan kembang api.
“Woiii sudah dimulai,” teriak pengunjung serempak.
Dingin malam yang menusuk tulang sudah tak aku hiraukan lagi karena sebentar lagi kembang api utama milik pengelola Wisata Kelud diluncurkan sementara waktu telah berada di angka 23.59 WIB. Suara letusan yang lebih menggema disusul kilatan cahaya meluncur ke atas disambung kilatan cahaya yang lain. Di langit itu cahaya memecah seperti bintang-bintang kecil yang menyebar kemudian menghilang. Susul menyusul antara letusan, kilatan cahaya dan pecahan cahaya menghias langit Gunung Kelud yang mulai memasuki tahun 2018 dengan segenap harapan akan semakin lebih baik dari tahun 2017 yang barusa saja ditinggalkan.
Gunung Kelud yang perkasa, yang tetap cuek memuntahkan material tanpa jadwal yang jelas malam itu ramah mendekap ribuan manusia penggila sensasi pergantian tahun. Gunung Kelud kian menampakkan pesonanya meski di puncaknya belum diperbolehkan dijamah bila malam hari lantaran masih dalam tahap renovasi pasca erupsi tahun 2014. (Baca: Asiknya Menanti Detik-Detik Pergantian Tahun di Hutan Wisata Irenggolo)
"Semoga kita semuanya mendapatkan energi dan semangat yang baru dalam menyongsong Tahun Baru 2018," kata Presiden Joko Widodo yang aku kutip dari Facebook miliknya.
Reportase Ariesta Widaningrum.