Foto Kediri - Alunan musik dangdut koplo sayup-sayup terdengar dari arah depan ketika aku bersama suami menelusari jalanan berlobang yang k...

Foto Kediri - Alunan musik dangdut koplo sayup-sayup terdengar dari arah depan ketika aku bersama suami menelusari jalanan berlobang yang kian menanjak. Dari pandangan mata tampak cahaya kerlap-kerlip. Di sisi jalan beberapa warga menggelar pesta menyambut tahun baru 2018 seraya membakar jangung. Asap menggumpal membubung ke angkasa di Desa Bedali Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri, Minggu 31 Agustus 2017.
Semakin mendekat suara musik dangdut itu semakin dekat pula cahaya yang mulai terlihat berwarna-warni. Iring-iringan warga desa menggeret sound system dengan power yang tidak terlalu besar. Sound system yang tampak diletakkan di atas gerobak itu ditarik seorang perempuan paruh baya diikuti anak kecil. Lima orang remaja dan seorang lelaki dewasa mengiringi suara musik berjalan itu sembari berjoget.
Dari arah belakang disusul dua iring-iringan serupa tanpa berusaha mendahului yang berada di depan. Lalu lalang kendaraan berjalan melambat ketika melewati rombongan yang tampak aneh bagi yang belum mengetahuinya. Aku pun meminta suami untuk menurunkan gasnya agar bisa mengamati cara warga desa yang aku pastikan sedang merayakan pergantian tahun.
[ads1]
Di gerobak yang ada kepalanya itu ada satu lampu menyala redup. Entah dari mana sumber energi untuk menghidupkan sound system dan lampu itu. Aku berfikir, energi didapat dari aliran listrik DC accu yang dikonversi menjadi arus AC. Lagi-lagi lagu Jaran Goyang yang mereka putar malam itu. Sepertinya lagu ini memang digemari warga Kediri dan pas untuk dinikmati pada malam tahun baru.
Memasuki Desa Margourip terjadi pemandangan serupa sebagaimana di Desa Bedali. Aku berfikir ada keseragaman dalam merayakan tahun baru ini. “Apakah mereka sedang kompakan,” tanyaku dalam benak yang belum menemukan jawaban.
Tujuanku malam itu melewatkan detik-detik pergantian tahun di Gunung Kelud bersama suami. Lantaran sebelumnya telah berjanji untuk mengunjungi seorang teman, kami putuskan untuk ke rumah teman kami terlebih dahulu. (Baca: Bosan Malam Tahun Baru di Kota, Besuki dan Kelud Bisa Jadi Pilihan)
Dafit, nama temanku, mempersilahkanku ke ruang tamunya. Hanya dia dan dua sahabatnya yang ada malam itu. Tidak ada tanda-tanda pesta merayakan tahun baru. Suguhan yang disajikan tak lazimnya makanan tahun baru seperti jagung bakar atau ayam bakar. Ia menyuguhkan jenang, kacang atom dan pisang cokelat.
“Itu namanya miniatur truk,” kata Irfan, teman Dafit yang menjelaskan iring-iringan aneh itu.
Menurutnya sejak 4 bulan belakangan ini warga di kawasan Kecamatan Wates dan Kecamatan Ngancar mulai marak fenomena iring-iringan rombongan musik yang diberi nama miniatur truk. Ciri khasnya, mereka mengarak sound system di atas truk mainan sebesar 30x90 cm berkeliling kampung sembari berjoget. Di truk mainan itu dipasang lampu seri untuk memberi kesan indah.
“Kalau di Desa Segaran lebih semarak,” ujar Irfan.
Benar saja apa yang dikatakan Irfan, ketika kami memasuki Desa Segaran Kecamatan Wates usai menikmati malam pergantian tahun di Kelud, beberapa kali aku menyaksikan iring-iringan rombongan miniatur truk.
Sebagaimana yang aku saksikan di Desa Bedali, di Desa Segaran ini pengiringnya dari kalangan perempuan, remaja, bapak-bapak dan anak-anak. Tampak seorang anak yang menggeret miniatur truk itu berjalannya mulai oleng. Mungkin ia mengantuk lantaran kelelahan.
Di sepanjang jalan di sisi kanan kiri berhias lampion dan umbul-umbul yang dipercantik dengan lampu seri. Tampak gemerlap desa Segaran malam itu. Belum lagi hiasan pohon natal warga desa plus lampu-lampu yang melilitnya semakin menambah kesan religius dan semarak.
Warga Desa Segarang memang beragama Nasrani. Mereka umunya penganut Kristen Jawi Wetan, sehingga pada 1 januari merupakan hari raya mereka. Wajar saja jika di Desa Segaran lebih semarak dari desa-desa lainnya pada malam tahun baru.
“Kalau hari ini kami berhari raya,” ungkap Bu In (60) warga Desa Segaran. (Baca: Umbul-Umbul Desa Kristen Jelang Perayaan Natal)
[ads1]
Penasaran akan miniatur truk sebagaimana yang disampaikan Irfan, aku meminta suami menghentikan motor agar bisa melihat lebih jelas iring-iringan itu. Seseorang laki-laki menanyakan suami ketika akan memotretnya. Mungkin lantaran aku berjilbab, aku dianggap orang yang akan menggangu. Saat suami menjelaskan hanya memotret miniatur truk, mereka tersenyum seraya berkata “silakan”.
Memang benar apa yang disampaikan Irfan, bahwa semula yang aku kira gerobak itu ternyata truk mainan yang bisa difungsikan untuk mengangkut perkakas. Tentu saja tanpa mesin karena memang bukan truk sungguhan. Truk ini ditarik menggunakan tuas dan roda depan dibuat bisa berbelok sebagaimana truk yang sesungguhnya.
Yang menarik dan hingga kini belum menemukan jawaban atas pertanyaan dalam benakku adalah “apa yang ada di dalam benak mereka ketika mereka sedang mengiringi truk kecil sembari berjoget itu?” Aku hanya mereka-reka mungkin mereka sedang menyusun imajinasi bahwa mereka adalah sopir truk.
Menurut Irfan, biaya membuat miniatur truk mencapai jutaan rupiah, itu belum biaya sound systemnya yang jutaan pula. Biaya sebesar itu digunakan untuk memuaskan dahaga batin dengan bersenang-senang melalui cara yang menurutku unik sekaligus aneh. Semula aku berfikir mereka menggelar kegiatan itu pada perayaan hari-hari besar saja, ternyata mereka saban malam Minggu menggelar hal serupa.

Konon riwayat munculnya miniatur truk lantaran pada perayaan Agustusan di Desa Bedali, warga desa membawa sound system dengan power yang besar diangkut di sebuah truk. Di atas truk itu mereka membunyikannya keras-keras seraya berjoget. Musik yang diputarnya biasanya dangdut koplo. Lantaran dinilai menggangu lingkungan, aparat kepolisian menyita sound system berpower besar itu. Sejak saat itu warga yag kadung keranjingan berkonvoi sembari memutar musi dangdut koplo seraya berjoget ini mengecilkan power sound systemnya. Perkakas soundnya lebih simple, tentu ruang yang digunakan terlalu longgar dan mubazir apabila menggunakan truk sungguhan. Maka kendaraan yang semula adalah truk sungguhan diubah menjadi truk mainan.
Yang belum jelas bagiku adalah dari mana asal muasal miniatur truk itu hingga mulai menjadi wabah sejak empat bulan terakhir. Keunikannya adalah ketika seseorang meluapkan perasaan bersenang-senang dengan mengangkut sound system di atas truk mainan yang kerlap-kerlip sembari berjoget berkeliling kampung. (Baca: Warung Kopi di Desa dengan Fasilitas Wifi Gratis)
Reportase Ariesta Widaningrum