Foto Kediri - Pernah dengar karakan pelem (mangga)? Makanan ini sebenarnya termasuk dalam deretan lhas makanan Kediri, akan tetapi jaran...
Foto Kediri - Pernah dengar karakan pelem (mangga)? Makanan ini sebenarnya termasuk dalam deretan lhas makanan Kediri, akan tetapi jarang orang mengetahuinya. Selain itu, makanan yang berasal dari Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri ini jarang terekspose,
Pembuatannya yang lama, warga setempat pun memang jarang menjualnya. Untuk mendapatkan satu kilogram saja, butuh mangga sampai sekeranjang besar. Diwadahi kantong plastik hitam, bakal makanan itu punya harga yang lumayan
“Kalau dijual, sekilo bisa laku Rp 30 ribu,” ujar Supinah, 43, warga Desa Tiron, Kecamatan Banyakan sembari menunjukkan irisan seperti bahan kerupuk berwarna hitam sebagaimana diwartakan Radar Kediri. (Baca: Memanjakan Lidah Sembari Menikmati Panorama dan Sejuknya Pegunungan)
Bentuknya tipis. Jika dilihat sekilas, mirip dengan kayu yang terbakar sampai benar-benar gosong. Tapi jika dipegang, ada tekstur yang berbeda. Panganan ini sudah lama dibuat warga Tiron secara turun-temurun.
Panganan ini memang bukan makanan pokok seperti nasi, tetapi karakan pelem ini bisa diolah menjadi sayur hingga lauk-pauk beraneka ragam. Mulai dari lodeh, pepes ikan atau ayam, hingga campuran sambal goreng.
Jangan tertipu dengan bentuknya yang sedikit kurang meyakinkan. Begitu diolah menjadi makanan, kelezatan karakan pelem ini memang punya cita rasa yang jempolan. Biasanya dalam mengolah berbagai makanan, warga setempat juga mempertahankan cara memasak dengan kayu bakar. Makin mak nyus dan menggugah selera.
Menurut warta Radar Kediri saat bertandang ke sana pekan lalu 30 Desember 2017, kebetulan Supinah sedang memasak lodeh pelem. Dicampur kuah santan yang tak terlalu kental, Supinah mengatakan, sayurnya memang cukup pedas. Membuat keringat drowosan.
Namun itulah yang katanya justru membuat rasa karakan pelem-nya keluar. “Kalau bapaknya nggak terlalu suka. Tapi anak saya suka sekali,” ujar Supinah sambil menunjuk Seli, sang putri kesayangannya,yang memang suka makanan ini.
Jika dirasakan, olahan karakan pelem ini memang mirip dengan jamur. Tepatnya jamur kuping. Rasanya krenyes-krenyes saat digigit. Kenyil-kenyil, orang Jawa bilang. Begitu pun dengan bentuknya yang hitam dan mengembang ketika sudah dimasak.
Tapi menilik bahannya yang berasal dari buah mangga muda, sayur ini memang sulit dijumpai diluar musim mangga. Sejak awal musim mangga di bulan, biasanya bulan September, stok untuk krecek pelem biasanya disimpan sampai 3-4 bulan berikutnya.
“Kalau nyetok ya memang nggak banyak. Kebanyakan untuk makan sendiri. Memang ada yang jual, tapi jarang,” papar ibu dua anak ini.
Di Desa Tiron, hampir semua warganya mengenal makanan ini. Namun yang benar-benar membuatnya, hanya belasan orang. Mayoritas memang belajar membuatnya secara turun-temurun. Yang menjualnya, biasanya memang ada yang dengar dari mulut ke mulut, lalu memesannya ke warga setempat.
Sebenarnya, jika sudah ahli, membuat karak pelem ini bukan hal yang sulit. Tapi memang tak bisa sehari jadi, karena butuh proses yang panjang.
Caranya, mangga muda yang sudah didapatkan dikupas dan diiris sesuai selera. Hasil irisan ini lantas dicuci bersih sebelum kemudian diberi awu (abu) dari kayu. Setelah diberi abu, irisan mangga ini lantas dijemur sampai kering. Jika hari cerah, proses menjemur ini bisa dilakukan dalam sehari. Namun jika cuaca hujan, butuh waktu lebih lama lagi.
Setelah kering, mangga ber-awu ini lantas dicuci bersih sebelum dijemur lagi sampai kering. Usai penjemuran yang kedua, irisan mangga yang sudah kering bisa langsung disimpan sebagai karakan pelem.
Untuk memasaknya, tidak bisa langsung. Biasanya, untuk menyiapkan karakan sebelum diolah, harus direndam dulu sekitar 5-6 jam. “Kalau masak pagi, biasanya malam begitu sudah direndam,” ungkap Supinah.
Yang unik, karena butuh bahan mangga muda yang banyak, warga yang membuat karakan pelem tidak bisa mengandalkan mangga milik sendiri. Mereka harus ngluru alias mengambil mangga-mangga muda yang jatuh di kebun orang. Biasanya aktivitas ini memang dilakukan ketika musim mangga dan banyak mangga yang jatuh.
Jika sudah masak, mangga yang jatuh itu mungkin masih bisa laku dijual. Tapi karena masih muda, sang pemilik kebun pun biasanya merelakan mangga-mangga itu untuk diambil oleh warga setempat.
“Harus izin dulu, tapi sudah biasa. Pokoknya nggak ngambil yang di pohon, tapi jatuh. Istilahnya ngluru,” ungkapnya.
Supinah mengatakan, warga setempat tidak pernah membatasi atau membeda-bedakan jenis mangga yang bisa diolah. Bisa mangga podang yang memang banyak ditemui di Desa Tiron, juga mangga madu, mangga golek, atau mangga gadung.
Toh, saat sudah diolah menjadi karakan pelem, ternyata rasa mangga ini bisa dikatakan justru tak bersisa. Rasa kecut atau sepet khas mangga muda, sudah tidak ada lagi. “Ya memang gitu. Kecutnya hilang,” tandas Supinah.