Foto Kediri - Sebagai wujud kepedulian bahaya hoax, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, menggelar diskusi Jangan Ngawur di Medsos...
Foto Kediri - Sebagai wujud kepedulian bahaya hoax, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, menggelar diskusi Jangan Ngawur di Medsos, di sekretariatnya, Jl. Adi Sucipto Kota Kediri Selasa 20 Maret 2018.
Ika Ningtyas, Koordinator Wilayah AJI Jawa Timur yang menjadi pembicara mengatakan, masyarakat sekarang bergantung pada gawai dan linimasa (medsos). Bila tidak cerdas dalam menggunakannya akan menjadi produsen, penyebar dan korban hoax.
“Penetrasi internet masyarakat Indonesia termasuk tinggi. Penggunanya mencapai 143,26 juta jiwa,” katanya. (Baca: Mahasiswa Muhammadiyah Diharap Jadi Pelopor Anti Media Hoax)
Dari pengguna sebanyak itu lanjut Ika 40 % aktif di linimasa. Ironisnya hoax kebanyakan diproduksi dan disebarkan melalui linimasa. Tanpa terlebih dulu melakukan verifikasi, masyarakat dengan gampangnya menyebarkan kabar yang belum tentu faktual.
Perubahan perilaku masyarakat ini dijadikan lahan bisnis bagi produsen hoax. Ika menyebutkan contoh kelompok Saracen yang telah dibongkar kepolisian. Kelompok ini menggunakan hoax sebagai industri yang tujuannya meraih keuntungan finansial dengan memanfaatkan polarisasi politik.
Pada tahun politik seperti sekarang ini hoax masih dijadikan senjata ampuh untuk meraih tujuan politik. Sebagaimana diketahui pada tahun 2018 dilaksanakan pilkada serentak dan tahun 2019 dilaksanakan pileg serta pilpres.
Ika menyebut banyak faktor penyebab berita-berita hoax itu kian cepat menyebar. Salah satu diantaranya adalah rendahnya literasi masyarakat Indonesia. Ia mengungkapkan tingkat literasi masyarakat Indonesia berada di urutan 62.
“Literasi masyarakat yang rendah dimanfaatkan politisi untuk menciptakan politik hoax. Tujuannya menciptakan ketidakpercayaan publik melalui politik identitas,” lanjut perempuan yang juga kontributor Tempo ini. (Baca: Cetak Trainer Internet Sehat, ICT Watch dan RTIK Kediri Gelar Workshop Kerangka Literasi Digital)
Oleh karena itu perlu gerakan literasi digital untuk masyarakat luas. Ika meminta awak media, dan pegiat linimasa terlibat aktif memberikan edukasi literasi digital.
Ika juga memberikan solusi untuk membedakan mana berita hoax dan bukan. Ia menunjukkan beberapa situs yang dapat membantu mengoreksi berita. Apalagi terkait berita-berita penebar kebencian.
“Tipsnya jangan langsung percaya, lakukan verifikasi. Skeptislah terhadap setiap informasi yang diterima dan jangan langsung dishare,” pesannya.
Sementara itu Kapolresta Kediri, AKBP Anton Haryadi mengatakan, berita hoax yang disebarkan melalui medsos tersebut menyebabkan ketidaktentraman kondisi di masyarakat. Lebih jauh hoax bisa menciptakan instabilitas negara. Produsen hoax, lanjut Anton, bertujuan menciptakan ketidakpercayaan publik kepada pemerintah. Supaya ada kesan pemerintah tidak bisa mengayomi warganya. Untuk itu pihaknya menghimbau untuk tidak langsung menyebarkan kabar dan berita yang belum diketahui kebenarannya. “Kalau belum jelas jangan disebarkan,” katanya. Menurutnya untuk menangkal dari pihak kepolisian sendiri sekarang telah dibentuk satgas nusantara yang didalamnya ada unit penindakan dan kemitraan. Melalui kemitraan, polisi menjalin komunikasi aktif dengan masyarakat, sehingga bisa mengantisipasi hoax.
“Selain berpatroli di dunia nyata polisi juga patroli di dunia maya. Ini demi menciptakan situasi yang kondusif di manapun,” tegas Kapolres.
Acara diskusi Jangan Ngawur di Medsos mendapat dukungan penuh PT. Gudang Garam .Tbk Kediri. Acara juga dihadiri perwakilan komunitas netizen, pers kampus, organisasasi kemahasiswaan, seluruh jajaran Polresta Kediri dan para wartawan baik dari AJI, PWI maupun IJTI yang berkantor cabang di Kota Kediri. (Baca: Sebar Hoax di Kediri Akan Berhadapan dengan Cyber Squadnya Ansor)