Warga menyalakan lilin bertuliskan angka 60 menjelang dimatikannya seluruh lampu listrik di monumen Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri...
![]() |
Warga menyalakan lilin bertuliskan angka 60 menjelang dimatikannya seluruh lampu listrik di monumen Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Sabtu 19 Maret 2018 - Foto: Antara |
Foto Kediri - Sabtu 24 Maret 2018 malam adalah puncak peringatan earth hour 2018. Sejumlah tempat di Indonesia menggelar peringatan ramah lingkungan dengan mematikan listrik selama satu jam dari pukul 20.30 hingga 21.30 waktu setempat, termasuk di Kediri.
Di Simpang Lima Gumul (SLG), Kabupaten Kediri ratusan lilin ditata rapi. Ketika menyala cahaya itu membentuk angka 60 melambangkan waktu untuk berpartisipasi dalam Erath Hour. Lampu penerangan di area SLG dimatikan digantikan nyala lilin.
Formasi cahaya lilin malah dijadikan ajang berfoto oleh pengunjung SLG. Penyalaan lilin dilakukan para relawan Kediri. Selain itu peringatan juga dimeriahkan berbagai atraksi pentas seni. (Baca: Komunitas Bank Sampah Kediri Bikin Anyaman Tikar Sepanjang 1 KM)
Ada fashion show, karawitan, trai kreasi baru dan baca puisi. “Earth Hour bertujuan mengampanyekan kembali penghematan energi,” kata Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Mustika Prayitno.
Aksi pemadaman lampu selama satu jam pada Earth Hour ini adalah upaya kecil. Namun jika dilakukan serentak, efeknya akan berdampak sangat besar. Earth Hour mengajak warga melakukan aksi ini bersama-sama, imbauan dilakukan secara meluas sehingga dampaknya bisa dirasakan bersama.
Di sela acara dilakukan penyerahan penghargaan Adiwiyata kepada sekolah-sekolah yang dinilai berhasil mendidik siswa-siswinya menjadi individu yang cinta dan bertanggung jawab pada lingkungan.
Sekolah yang mendapat penghargaan di antaranya SMKN 1 Gurah, SMAN 1 Wates, SMPN 1 Kepung, MTsN 7 Kediri. (Baca: Pelajar dan Warga Kota Kediri Diajak Sadar Tanam Pohon)
Dikutip dari Tribunnews.com, Earth Hour merupakan sebuah kampanye global guna mengajak semua penduduk bumi baik individu, komunitas, pelaku bisnis, maupun pemerintah kota untuk bersama-sama peduli pada upaya penurunan emisi karbon dioksida yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim.
Earth hour perdana dimulai pada 2007 di kota Sydney, Australia. Saat itu WWF-Australia, Fairfax Media dan Leo Burnett bekerja sama untuk melakukan kampanye pengurangan gas rumah kaca di kota tersebut.
Di tahun berikutnya, yakni 2008, Earth hour menjadi kampanye global yang diikuti oleh 37 kota di 30 negara di seluruh dunia dengan partisipan mencapai 50 juta orang. Pada tahun-tahun berikutnya peserta makin meningkat dan kampanyenya makin bersifat global.
Khusus untuk Indonesia earth hour untuk pertama kali pada 2009 dengan DKI Jakarta sebagai kota yang ikut berpartisipasi.
Selanjutnya pada 2010 diikuti oleh tiga kota (Jakarta, Bandung dan Yogyakarta), pada 2011 diikuti oleh 10 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Makasar, dan Sorowako) dan pada 2012 diikuti oleh 18 kota yaitu Jakarta, Bogor, Banda Aceh, Bekasi, Tangerang, Solo, Bandung, Yogyakarta, Kediri, Sidoarjo, Semarang, Malang, Surabaya, Banjarmasin, Manado, Gorontalo, Samarinda dan Makassar.
Hal yang menjadi latar belakang dicetuskannya ide ini yaitu perubahan iklim yang mengancam kehidupan di bumi. Salah satu cara untuk menghambat percepatan sumbernya adalah dengan mengajak setiap individu melakukan perubahan gaya hidup.
WWF mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan gaya hidup yang sederhana dan murah, yaitu hemat energi. Sudah menjadi kenyataan bahwa ketergantungan manusia kepada listrik dari masa ke masa semakin meningkat.
Sementara, pembangkit listrik mayoritas berbahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara dan gas alam) yang mengeluarkan gas rumah kaca (GRK) berupa karbon dioksida (CO2) berakibat langsung terhadap kenaikan dramatis suhu rata-rata bumi.
Pemanasan global ini menyebabkan naiknya permukaan air laut, kebakaran hutan, pemutihan karang, perubahan iklim dan potensi kepunahan yang besar terhadap keanekaragaman hayati, terutama yang hidup di suhu tropis, baik di pesisir maupun yang tinggal di dekat hutan.