Foto: Antara Foto Kediri - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto menata ulang cagar budaya yang diyakini sebagai tempat Cal...
![]() |
Foto: Antara |
Foto Kediri - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto menata ulang cagar budaya yang diyakini sebagai tempat Calonarang. Situs cagar budaya ini berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri
Di lokasi yang dikenal sebagai Situs Calonarang oleh warga setempat selama ini memang terdapat aneka macam benda purbakala. Penataan ulang itu dilakukan dengan membersihkan berbagai macam benda purbakala dari campuran material lain.
Setelah itu diletakan ke tempat yang lebih aman, teduh, dan estetik. Benda-benda purbakala tersebut meliputi ambang pintu atau doorpel, umpak, lumpang, beberapa balok batu, hingga beberapa fragmen arca. (Baca: Ditemukan Batu Bata Kuno Sebelum Kerajaan Kediri)
Salah satunya, arca agastya. Tempat tersebut sudah diketahui warga sejak lama, lengkap dengan benda-benda purbakalanya. Namun sempat terjadi pembangunan yang kontradiktif dari perilaku pelestarian. Misalnya benda purbakala yang disemen juru pelihara.
Bahkan benda purbakala tersebut sempat menjadi korban vandalisme. Tak hanya vamdalisme, orang tak bertanggung jawab itu mengacak-acak lokasi serta merusak situs tersebut lantaran dituding sebagai biang kesyirikan dan tempat pemujaan.
Perusakan yang dilakukan pada 22 Juli 2017dengan cara menulis di lantai marmer. Isi tulisan berupa peringatan agar jangan digunakan sebagai tempat sembahyang atau memuja. “Ini bukan tempat dipuja, Ingat Allah murka seperti Aceh, Sunami”.
"Jadi kita tata kembali," ujar Wagiman atau akrab disapa Gituk, satu dari 2 orang BPCB yang menata ulang lokasi. (Baca: Dua Benda Purbakala Mirip Arca di Desa Jagung Bukan Temuan Baru)
Tempat itu berada agak jauh dari jalan raya dan pemukiman warga. Akses menuju lokasi, sebagian masih berupa tanah karena melewati areal sawah warga dan kebun tebu. Lokasinya sendiri berada di tengah-tengah tanaman tebu.
Warga setempat turun temurun memercayai lokasi tersebut sebagai situs Calonarang. Bahkan lokasi situs seluas 250 meter persegi itu sering mendapat kunjungan dari pengunjung luar kota seperti Jawa Tengah hingga Bali untuk berziarah. Mereka berkunjung baik pada malam maupun siang hari untuk melakukan ritual sesuai kepercayaan mereka, seperti membakar dupa, dan menabur bunga sesaji.
"Terutama pada musim bulan syuro dalam penanggalan Jawa," ujar Supandi, Kepala Desa Sukorejo.
Kepala Seksi Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kediri Eko Priatno mengungkapkan, lokasi tersebut sebelumnya pernah menjadi bahan penelitian para arkeolog. Selain benda purbakala, peneliti juga menemukan adanya struktur bebatuan berupa batu bata kuno di kedalaman 1,5 meter di bawah permukaan tanah.
Pemeriksaan awal, komposisi dan struktur batu bata itu berasal dari masa Majapahit. Hanya saja belum diketahui struktur tersebut merujuk pada suatu bagian dari bangunan tertentu.
"Struktur merupakan komponen yang masih umum jadi gak tahu itu pagar atau bangunan apa," ujar Eko Priatno.
Penelitian itu, menurutnya, masih merupakan pemeriksaan awal sehingga dibutuhkan tindak lanjut. Dia mendasari argumennya dari beberapa benda purbakala lainnya yang diduga lebih tua usianya.
Soal asal-usul penyebutan situs, Priatno menambahkan, dari beberapa penelitian tidak ditemukan peninggalan atau data otentik yang menyebut lokasi tersebut peninggalan Calonarang. Namun dia menegaskan, kepercayaan yang telah secara turun temurun hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai kearifan lokal juga patut dihormati.
Pendekatan lain yang bisa digunakan sebagai pijakan, sambung Priatno, adalah pendekatan toponimi atau asal-usul nama tempat. Kata Gurah yang digunakan sebagai nama daerah tersebut cocok dengan nama Walunatung Girah sebutan lain dari Calonarang.
Juru Kunci sekaligus orang yang membangun situs ini, Ki Wiyono mengatakan, Calonarang merupakan kisah berdasarkan Serat Calonarang yang ditulis pada abad ke-12. Serat Calonarang mengisahkan tentang seorang janda yang hidup di Desa Girah (Gurah, Kediri). Calonarang memiliki putri cantik Ratna Manggali. Kekejaman Calonarang yang sering merusak panen membuat Ratna Manggali sulit mendapat jodoh.
Calonarang marah hingga menculik gadis muda untuk dikorbankan ke Dewi Durga. Datang banjir hingga menewaskan banyak warga. Raja Airlangga lantas mengutus Empu Baradah untuk menyelesaikan masalah ini.
Empu Baradah lalu menikahkan muridnya dengan Ratna Manggali. Rupanya menantu tersebut mencuri kitab sihir hingga Calonarang marah dan bertarung dengan Empu Baradah yang berujung tewasya Calonarang. (Baca: Tak Terasa, Jembatan Lama Kediri Telah Berusia 149 Tahun)