Foto Kediri - Hearing polemik pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Kediri 2018 yang berlangsung di Gedung DPRD setempat, Jumat 23 Ma...
Foto Kediri - Hearing polemik pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Kediri 2018 yang berlangsung di Gedung DPRD setempat, Jumat 23 Maret 2018 siang akhirnya menghasilkan keputusan.
Padahal hearing sebelumnya yang dilaksanakan Kamis 15 Maret 2018 di tempat sama tidak dihadiri kepala bagian ataupun pemangku kebijakan. Melainkan hanya dari perwakilan-perwakilan saja. Hearing itu pada akhirnya dianggap sia-sia.
Akibatnya, menurut Khoirul Anam, selaku koordinator warga saat itu, pembahasan tidak pada titik persoalan. Ia mengaku kecewa atas sikap dari lembaga eksekutif yang tidak bisa hadir pada hearing kedua ini.
"Kami tidak mendapatkan kejelasan apa-apa dari pihak eksekutif yang seharusnya bisa memberikan paparan serta tanggung jawabnya, setelah melakukan rekrutmen pengangkatan perangkat desa," ujarnya kala itu.
Pada akhirnya sebagaimana diwartakan Berita Jatim, hearing Jumat 23 Maret 2018 menghasilkan keputusan setelah Komisi A DPRD menyatakan, seleksi perangkat di lima desa menyimpang dari aturan. Kali ini ada titik temu dan hearing bisa berlangsung dengan baik.
“Dalam aturan sudah sesuai UU, PP, Permendagi maupun Perda. Oleh Biro Hukum Provinsi dan Gubernur Jatim. Tahapan sesuai, tinggal di dalam pelaksanaannya. Dari 52 desa yang melaksanakan seleksi, ada lima yang menyimpang dalam aturan hukum,” kata Anggota Komisi A DPRD Kota Kediri, Dodik Purwanto yang memimpin hearing.
Lima desa yang disebut-sebut menyimpang antara lain, Desa Baye dan Desa Nanggungan, Kecamatan Kayen Kidul, Desa Panjer, Kecamatan Plosoklaten, Dsa Sidorejo, Kecamatan Pare dan Desa Kepuh, Kecamatan Papar. Dimana, di lima desa ini, peserta seleksi yang dilantik bukan peraih peringkat pertama.
Padahal, menurut politisi PDI Perjuangan ini sebagaimana yang ia katakana, sesuai hasil konsultasi Biro Hukum Provinsi Jawa Timur, seharusnya peraih nilai tertinggi seperti desa-desa lain di Kabupaten Kediri.
Dodik menambahkan, karena lima desa ini menabrak aturan, maka perlu adanya pembinaan. “Untuk keputusannya tadi tim eksekutif masih akan merapatkan kembali. Nantina hasilnya akan diberikan kepada kita dalam hearing lanjutan seperti ini,” imbuh penghobbi motor trail ini.
Hearing lanjutan ini menghadirkan BPMPD Kabupaten Kediri, inspektorat, bagian hukum dan LSM ALOKA bersama masyarakat Desa Nanggungan. Rapat bersama ini sempat memanas saat ada tuntutan LSM dan warga. Mereka meminta pembatalan seleksi perangkat desa, khususnya di lima desa dibatalkan tidak disetujui oleh tim eksekutif, tetapi mempersilahkan melakukan upaya hukum. Kalangan Komisi A DPRD langsung menengahi ketegangan.
Kemudian dari rapat ini terungkap musababnya. Ternyata adanya dugaan 'penyandraan' Bupati Kediri, Haryanti Sutrisno oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Desa (BPMPD). Hasil seleksi perangkat desa ternyata tidak dilaporkan ke kepala daerah, melainkan berhenti di ‘meja’ BPMPD. (Baca: Ratusan Kades Gagal Temui Bupati, Minta Kewenangannya Dikembalikan)
Padahal, bila mengacu pada ketentuan Peraturan Bupati Kediri No 10 Tahun 2017 di pasal 19 disebutkan, kewajiban untuk melaporkan hasil pemilihan. Dari Desa melapor ke Camat, Camat melapor ke Bupati.
Yang terjadi, Camat hanya melapor pada BPMPD. Sementara BPMPD tidak melapor ke tim seleksi perangkat desa di tingkat Kabupaten Kediri, sehingga kepala daerah tidak mengetahui.
“Bisa diartikan, Bupati tersandra,” sebut Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kediri dari Fraksi Partai Golkar, Kuswanto.
Akson Nur Huda, SH, Kuasa Hukum LSM ALOKA yang ikut dalam hearing mengatakan, seleksi pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Kediri bukan hanya cacat hukum, tetapi juga cacat logika. Pasalnya, banyak sekali tindakan dari pelaksana yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Saya melihat memang pelaksaan perda sifatnya simbolis, normatif. Dan saya membaca sudah dilaksanakan, tetapi yang ada di rekomendasi yang dimain-mainkan. Contohya, sudah ada Biro Hukum Jawa Timur yang menyatakan bahwa yang bisa dilantik adalah mereka yang menduduki peringkat satu. Tetapi yang terjadi yang direkom mereka dibawah peringkat satu dan dua. Ketika kami tanyakan kepada Kepala BPMPD Satirin, justru tidak mendapatkan penjelasan kongkrit. Satirin justru melempar tanggung jawab, dan jawabanya abu-abu,” beber Akson.
Advokat muda ini melihat adanya dugaan konspirasi terselubung dengan kepentingan tertentu dalam seleksi perangkat desa ini. Sementara yang dijadikan alat adalah surat rekomendasi. Sehingga yang dijadikan korban adalah masyarakat. Peserta seleksi yang mendapatkan peringkat tertinggi, justru tidak dilantik, malah melantik peserta dengan nilai rendah.
Terkait hasil hearing kali ini, Khoirul Anam, dari LSM ALOKA menuntut seleksi perangkat desa, khususnya di lima desa agar dibatalkan atau dianulir, dan pemerintah harus melantik peserta dengan peringkat tertinggi. Ini sesuai dengan jawaban dari Biro Hukum Provinsi Jawa Timur atas surat dari Pemkab Kediri.
“Keputsan tidak melantik peserta nomor satu (peringkat pertama) adalah salah. Kepada leading sektornya yaitu, BPMPD untuk segera melakukan tindakan penganuliran keputusan yang sah, dan diberikan kepada yang berhak,” seru Khoirul Anam.
Sementara itu, Kepala BPMPD Kabupaten Kediri, Satirin mengakui belum melaporkan hasil seleksi ke tim eksekutif. Pihaknya meminta waktu untuk merapatkan hasil hearing ini dengan tim eksekutif.
Sedangkan DPRD dan masyarakat memberikan waktu paling lama tujuh hari kerja kepada BPMPD. “Kami harus merapatkan terlebih dahulu mengenai hal ini,” kata Satirin.
Diberitakan sebelumnya, seleksi perangkat desa tahun 2018 menjadi polemik berkepanjangan. Pasalnya, ada lima desa yang melantik peserta bukan dari peringkat pertama. Disisi lain, Satuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Kediri melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan tindak pidana dalam carut marut pengangkatan perangkat desa ini.